Beranda > Multimedia > Pendidikan Desain Produk Industri

Pendidikan Desain Produk Industri

Banyak profesional yang akan menjawab dengan serentak, “TIDAK !” Meskipun selalu ada mahasiswa luarbiasa yang mampu membalik anggapan tersebut, namun secara mayoritas belumlah siap, baik secara teknik dan motivasi, untuk melakukan secara baik dalam lapangan kerja dimana mereka telah dipersiapkan. Mereka seringkali menemukan kesulitan atau bahkan mustahil untuk mendapatkan posisi dalam sebuah kerja profesional. Jika mereka bisa, mereka juga seringkali membutuhkan beberapa tahun pelatihan-kembali dan pengalaman untuk mendapatkan produktivitas minimal. Hanya beberapa yang memiliki “sense” dalam
dunia bisnis, apalagi kemampuan untuk mendirikan firma desain mereka sendiri. Dalam sebuah pasar dimana keahlian dalam computer aided design adalah sebuah nilai yang tinggi, hanya beberapa lulusan yang bisa memanfaatkannya. Kemampuan presentasi verbal dan tulisan jarang dimiliki. Dan yang paling menyedihkan, banyak yang tidak realistis dalam harapan mereka sendiri dan lupa pada permintaan-permintaan dari atasan dan calon klien mereka.

Bagi siswa-siswa dan orang tuanya yang membayar lebih dari 100.000 dollar amerika untuk sebuah program yang direkomendasikan oleh profesinya dan diakreditasi oleh Asosiasi Sekolah Seni dan Desain Nasional Amerika (NASAD), dengan pemahaman dan pengharapan bahwa gelar tersebut tidak hanya untuk mengawali karir, tapi juga sesuatu yang menimbulkan prestise dan respek; lapangan kerja yang nyata yang disembunyikan,kurang lebihnya. Yang terburuk, mereka merasa dicurangi. Para praktisi lapangan merasa disakiti.
Dimana pendidikan adalah sesuatu yang selalu kompleks, masalah utamanya justru kelihatan jelas. Profesi desainer produk industri telah berubah secara radical lebih dari 50 tahun terakhir. Pengurangan tenaga kerja telah mengurangi posisi yang tersedia, yang kemudian meningkatkan kebutuhan untuk menjadi enterpreneur. Keahlian menggalbar dan membuat model secara manual telah diganti dengan teknologi komputer. Ekspresi individu harus diganti dengan kerjasama multi-multidisiplin dan pemahaman praktek bisnis. Pada akhir abad, desain bukan lagi seni, dan tidak ada lagi pelindungnya (patron). Desain adalah
bisnis

Namun pada waktu 50 tahun yang sama, pendidikan desain produk industri tetap tidak berubah. Para pendaftar masih dipilih dengan dasar potensi keahlian “artistik” mereka, tingkah laku dan motivasi. Beberapa tahun belajar seni kadang masih dibutuhkan sebelum pendidikan desain yang “sebenarnya” dimulai. Estetis dan teori desain dinilai terlalu lebih daripada esensi teknik dan bisnis.

Sesuatu dalam pendidikan telah berubah, tetapi bukan untuk menjadi lebih baik. Kebijaksanaan yang dikontrol oleh materi (uang kuliah) memberikan nafas pada kuantitas daripada kualitas, dan melubernya inflasi lulusan mengakibatkan performa jelek dapat lulus dengan nilai tinggi

Sistem dosen tetap (tenured faculty), dilakukan pada pendidikan tahun 60an, seringkali menanamkan kepada mahasiswa, kehendak pendidiknya sendiri dan tingkah laku anti-bisnis. Mereka itu, bukanlah praktisi, melainkan ahli teori.

Mengapa pendidikan desain gagal untuk menyamakan langkahnya dengan perubahan yang terjadi pada profesi ini ? Mengapa banyak lulusan yang tidak dapat menembus profesi level fresh graduate ? Jawabannya terdapat pada beberapa tempat spesifik dan tertentu yang tidak tertampung dalam sistem itu sendiri, beberapa diantaranya sulit diubah.

Yang pertama adalah wabah dosen tetap. Hampir semua orang non akedemis tidak dapat membayangkan kekuatan dosen tetap pada administrasi universitas. Pertahanan mereka terhadap perubahan adalah memberi penghargaan kepada para dosen tetap atas kepatuhannya, bukan kepada mereka yang mengembangkan keahlian dan ide-de baru. Pada dasarnya : pejabat/dosen tetap, bagaimanapun ketidakmampuannya, tidak bisa dipecat. Banyak anggaran jurusan tercurah untuk salary dosen tetap, dengan rendahnya kapasitas pengajaran mereka. Jadi, banyak pengajar junior dibutuhkan untuk menyampaikan materi yang sebenarnya,
sementara sedikit yang tersisia untuk peralatan, supply dan fasilitas. Diatas masalah ini, dosen tetap mengembangkan program S2 yang mahal, bukan karena mereka tertarik pada profesi ini, tapi karena program tersebut menghasilkan dosen junior baru, jabatan prestigius di dunia pendidikan, dan tentu saja, bekerja pada dosen tetap. Inilah mengapa biaya kuliah semakin besar, dan mengapa pengurangan staff sebagai kunci dari produktivitas tidaklah diperlukan. Dengan sistem tetap yang bertentangan dengan jaman ini, perubahan terhadap pendidikan akan susah dilakukan.

Kedua, tidak ada mekanisme internal untuk mengukur efektivitas performance dari para lulusan dalam profesi sebenarnya. NASAD memfokuskan pada kriteria seperti fasilitas, salary dosen, anggaran, dan jam kredir; bukan pada performa mahasiswanya. Tim evaluasi NASAD terdiri dari pendidik yang dipilih oleh pendidik. Asosiasi Desainer Produk Amerika (IDSA), yang dari tahun 1970 sampai tahun 1984 menjalankan sendiri Program Pengakuan Sekolah independen dengan evaluasi dari para praktisi sebagai bagian darinya, kini tidak lagi melakukan hal tersebut. Dengan tidak adanya kriteria atau pengukuran performa profesional, susah untuk dilakukan perubahan pada pendidikan.

Ketiga, tidak adanya pengaruh pasar dari luar pada program akademis, seperti pada dunia luar, yang mungkin bisa memaksa perubahan kurikulum, jurusan dan performa mahasiswa yang lebih kompetitif, atau pengurangan pengeluaran. Banyak program yang membayar komentar dari praktisi sebagai input melalui dewan penasehat, yang mereview program dan mempersiapkan rekomendasi keluaran, hanya untuk melihatnya menjadi debu tanpa terlaksana.

Tetapi ada beberapa harapan. Jika profesi desain produk industri dapat mendesak tekanan pasar yang sebenarnya pada sekolah, perubahan akan terjadi. Yang dibutuhkan adalah tindakan dramatis dan berani oleh para praktisi.

Dan mengapa tidak ? Praktisi desain produk induktrilah, yang sebenarnya, memicu sistem pendidikan seperti sekarang, lebih dari 60 tahun yang lalu. Dua program pertama diciptakan oleh direktur desain perusahaan pertama pada Westinghouse, Donald Dohner. Pada tahun 1944, sebuah kurikulum 4 tahun yang ideal diciptakan oleh badan sebelum IDSA, Industria Designer Institute (IDI), berdasarkan pendapat umum anggotanya–semuanya praktisi. Ini kemudian menjadi model program pengajaran pasca perang.

Tujuan dari program pendidikan pertama ini adalah untuk mempersiapkan mahasiswa atas kebutuhan mendesain pada industri dan pegawai studio desain pasca perang, atau pada praktek independen di lapangan. Program ini memasukkan pendidikan seni dasar untuk menghasilkan konsep visual dua dan tiga dimensi yang efektif, dan pendidikan secara general, diantaranya termasuk komunikasi verbal, fisika, sejaran seni, prosedur bisnis, drafting, riset pasar, metode produksi, dan matematika.

Lalu, pendidik profesional mengambil alih. Pada tahun 1948, ada 22 program mengajar desain produk industri, yang bersama-sama, membentuk apa yang kemudian menjadi Asosiai Sekolah Seni dan Desain Nasional (NASAD), dan menerapkan akreditasi pada semua program seni dan desain. Hal tersebut terus dilakukan, dan sejak tahun 1984, hasilnya dipublikasikan, tetapu tidak memenuhi performa standard fresh graduate yang dikembangkan oleh IDSA.

Jadi, mengapa tidak IDSA, satu-satunya organisasi nasional yang mewakili profesi desain produk industri, mengambil tanggung jawab tindakan tambahan yang dibutuhkan untuk memproduksi pengaruh pasar yang sebenarnya untuk perubahan pendidikan ?

Jalan paling efektif untuk melakukan itu adalah melalui setifikat desainer produk yang disetujui IDSA melalui tes nasional. Tindakan semacam ini. jika dilakukan, akan mengikuti tindakan disiplin ilmu lain seperti teknik, arsitektur dan desain interior, yang sudah bertahun-tahun melakukan tes untuk standard minimum dalam lapangan kerja mereka.

Sertifika IDSA bukanlah sebuah ide baru. Setalah bertahun-tahun membandingkan pilihan aturan-aturan, termasuk pendaftaran dan perijinan, IDSA menyimpulkan bahwa sertifikat tersebut adaalh cara paling ekonomis dan efektif. Pada tahun 1970, IDSA mengembangkan dasar kualifikasi entry level dan masih mempublikasikannya pada direktori tahunan. Sebuah rencana kualifikasi pemeriksaan untu tes tersebut telah dipersiapkan untuk diterapkan setalah persetujuan NASAD tahun 1984, bagian dari rencana jangka panjan IDSA, tetapi tidak ada tindakan lanjutan yang dilakukan.

Yang terbaru, sebuah Task Force IDSA, ditunjuk untuk mereviews peran IDSA dalam pendidikan desain, direkomendasikan pada tahun 1995, ” IDSA mengambil inisiatif untuk proses sertifikasi formal untuk mengenali standard minimal untuk berpraktek di lapangan kerja desain produk industri. Sertifikasi IDSA tidak akan menjadi patokan baru dan hanya akan menjadi sebuah pengakuan standard oleh IDSA” Meskipun diterima, 2 Administratif IDSA yang berkutnya tidak mengambil tindakan apapun atas rekomendasi ini, kemungkinan karena adanya kesibukan denngan program IDSA excelent award, yang sayangnya, memiliki sedikit pengaruh pada program pendidikan.

Sukarelawan percobaab sertifikasi IDSA dapat berhubungan langsung, atau tidak berhubungan dengan keanggotaan IDSA. Biaya administrasi dan percobaan, dilakukan dengan basisi regional, yang dapat diambil dari biaya pendaftaran. Saat ini sudah tersedia jaringan nasional untuk fasilitas dan personal untuk percobaan secara mandiri, yang melakukan pelayanan yang sama untuk semua organisasi profesional. IDSA hanya butuh untuk menampilkan nama baiknya saja dan menyetujui percobaan itu, tidak melaksanakan sendiri proses percobaannya. Berlawanan dengan sistem yang lama, keterlibatan negara bagian atau
pemerintah tidak dibutuhkan.

Apa yang dapat menjadi keuntungan dari program sertifikasi IDSA ini ?
Untuk pertama kalinya, praktisi pada entry level dapat dites kemampuannya sesuai dengan standard profesinal dan menjadi “desainer produk bersrtifikasi IDSA”. Kesuksesan (atau kegagalan) mereka akan merefleksikan secara langsung sekolah mereka, yang kemudian akan menjadi catatan pengaruh pasar dari luar secara nyata, mekanisme dan biaya yang kompetitif bagi sekolah dibandingkan dengan standard profesi sebenarnya.

Perusahaan yang membutuhkan desainer, untuk pertama kalinya, dapat menerima bukti dari kemampuan kandidat profesionalnya. Apa gunanya yang dulu menjadi lulusan mengambang dan potfolio seadanya yang lebih sesuai untuk sekolah seni daripada dunia bisnis ? Apa gunanya dulu banyak lulusan tetapi banyak yang tidak kompeten secara profesional ? Proses penyaringan yang dilakukan oleh sertifikasi IDSA akan mengurangi resiko dari menyewa dan mahalnya pelatihan kembali dari perusahaan.

Para praktisi desain, untuk pertama kalinya, dapat menerima kepercayaan secara profesional dari klien. Dalam sebuah jaman dimana lulusan sarjana 10 kali lebih banyak daripada 50 tahun yang lalu, dan hampir tidak berarti secara profesional, praktisi butuh lebih dari sebuah peningkatan nilai lulusan S1 untuk mendemonstrasikan qualifikasi superior mereka.

Mahasiswa, untuk pertama kalinya, dapat tahu secara pasti apa yang dituntut oleh dunia profeisi pada mereka. Yang lebih penting, mereka dapat tahu apakah mereka dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Sertifikasi IDSA pasti akan menjadi sebuah referensi penting, dan sebuah insentif yang kuat bagi mahasiswa untu menuntut jurusan dan staff pengajar menyiapkan mereka untuk itu.

Yang terbaik dari semuanya, para pendidik akan memiliki standard pasar yang sebenarnya untuk kompetensi profesional. Mereka akan memiliki insentif nyata untuk mengubah program mereka agar dapat membuat mahasiswa memenuhinya, dan agar program mereka dapat bertahan secara kompetitif. Lihatlah apa yang terjadi ketika statistik yang dipublikasikan mengidentifikasi persentase tahunan dari tiap lulusan sekolah yang memperoleh sertifikat.

Dengan menerapkan sertifikasi, IDSA akan mengikuti tradisi sejarahnya dan komitmennya menjadi pemimpin nasional dari profesi desain dengan tidak hanya menyeleksi standard, tetapu dengan menjamin bahwa mereka secara nyata memenuhi standard entry level praktisi. Banyak yang akan bilang, ini sudah waktunya.

Jika bukan sertifikasi, lalu apa ? JIka bukan IDSA, lalu siapa ? Jika tidak sekarang, lalu kapan ?

Kategori:Multimedia
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar